BI Kembali Tegaskan Larangan Penggunaan Mata Uang Virtual Jenis Apapun


Souvenir koin emas bitcoin yang dipamerkan di London, Inggris, pada 20 November 2017. (Foto: istimewa)
Jakarta, Kabar28.com - Bank Indonesia (BI) menegaskan kembali larangan penggunaan mata uang virtual, baik dalam bentuk penjualan, pembelian, maupun perdagangan dengan mata uang tersebut.
Penegasan ini untuk menanggapi rencana Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang sebelumnya menyebut ada peluang mata uang virtual bitcoin diperdagangkan di Indonesia.
"Pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman melalui keterangan tertulis di laman bi.go.id, Sabtu (13/1/2018).
Selain tidak ada otoritas yang menaungi kegiatannya, mata uang virtual juga tidak memiliki administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga mata uang virtual tersebut, serta nilai perdagangan yang sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap sejumlah risiko.
Risiko yang dimaksud adalah penggelembungan serta rawan dimanfaatkan untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Lebih jauh lagi, dapat memengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat," ucap Agusman.
Hingga saat ini, mata uang yang resmi beredar dan dipakai di Indonesia adalah rupiah. Hal itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Melalui hal ini, Agusman turut menyampaikan BI sebagai otoritas sistem pembayaran melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran, baik itu prinsipal, penyelenggara switching, kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, dompet elektronik, serta transfer dana untuk memproses pembayaran dengan mata uang virtual.
Larangan yang sama juga berlaku bagi penyelenggara teknologi finansial atau fintech di Indonesia, baik bank dan lembaga selain bank. Hal ini sudah diatur sebelumnya melalui Peraturan Bank Indonesia 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Sumber: kompas.com